Revitalisasi Disiplin, PRM, dan Kaderisasi: Urgensi Gerakan Muhammadiyah Masa Kini

Share

Mentari.or.id-Muhammadiyah sejak kelahirannya telah tampil sebagai gerakan Islam yang membawa pencerahan, membangun amal usaha, serta menggerakkan dakwah yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Namun, di tengah perjalanan panjangnya, muncul tantangan yang harus segera direspon dengan keseriusan dan langkah nyata. Salah satu tantangan tersebut adalah menipisnya perhatian terhadap disiplin organisasi, melemahnya basis ranting (PRM), serta menurunnya kualitas dan kuantitas kaderisasi. Jika dibiarkan, hal ini dapat berimplikasi serius pada keberlangsungan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modernis yang berkemajuan.

Pertama, disiplin organisasi adalah ruh yang menjaga Muhammadiyah tetap konsisten dengan manhaj dan cita-cita awalnya. Tanpa disiplin, keputusan organisasi hanya menjadi formalitas tanpa daya ikat. Fenomena yang kini terjadi adalah melemahnya budaya disiplin di kalangan pimpinan dan anggota. Banyak keputusan organisasi yang tidak ditindaklanjuti secara serius, bahkan kegiatan persyarikatan sering hanya mengandalkan semangat sesaat tanpa ada konsistensi. Padahal, Muhammadiyah hanya akan tetap kokoh jika setiap kader dan pimpinan menempatkan disiplin sebagai bagian dari ibadah, bukan sekadar kewajiban administratif.

Kedua, keberadaan PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) sebagai ujung tombak gerakan semakin terpinggirkan. Ranting adalah basis dakwah Muhammadiyah di tengah masyarakat, tempat di mana dakwah kultural, pendidikan nonformal, dan pemberdayaan sosial dijalankan secara langsung. Akan tetapi, tidak sedikit ranting yang kini vakum, kehilangan semangat, bahkan tidak memiliki regenerasi kepemimpinan. Hal ini diperparah dengan kurangnya perhatian dari pimpinan tingkat cabang maupun daerah yang lebih sering fokus pada agenda besar, namun abai terhadap kehidupan ranting. Jika PRM melemah, maka akar rumput dakwah Muhammadiyah akan tercerabut, dan gerakan ini hanya akan menjadi elit di level atas tanpa pijakan yang kokoh di masyarakat.

Ketiga, kaderisasi yang menjadi jantung regenerasi Muhammadiyah juga menghadapi penurunan. Sistem perkaderan formal seperti Darul Arqam, Baitul Arqam, atau Pelatihan Kader sering kali berjalan tidak berkesinambungan. Sementara itu, perkaderan nonformal melalui amal usaha, pengajian, atau komunitas dakwah kurang dioptimalkan. Akibatnya, jumlah kader militan semakin sedikit, dan banyak pimpinan di level bawah kesulitan mencari penerus. Padahal, kaderisasi adalah instrumen utama yang memastikan keberlanjutan dakwah dan kepemimpinan Muhammadiyah lintas generasi.

Dalam konteks ini, pimpinan Muhammadiyah di semua level harus menyadari urgensi revitalisasi. Pimpinan Pusat dan Wilayah perlu menegaskan kembali pentingnya disiplin organisasi dan membuat kebijakan khusus yang menghidupkan kembali PRM serta menguatkan kaderisasi. Pimpinan Daerah dan Cabang harus terjun langsung mengawal terbentuknya ranting baru, membina ranting yang vakum, serta menghidupkan ruang-ruang perkaderan. Sementara itu, Amal Usaha Muhammadiyah harus dimaksimalkan sebagai laboratorium perkaderan, tempat lahirnya kader-kader yang memiliki komitmen ideologis dan integritas moral.

Tujuan akhir dari gerakan revitalisasi ini adalah melahirkan budaya disiplin yang melekat dalam jiwa setiap kader, menghidupkan PRM sebagai basis dakwah, dan melahirkan generasi penerus Muhammadiyah yang militan serta berintegritas. Dengan demikian, Muhammadiyah akan tetap eksis sebagai gerakan Islam berkemajuan yang mampu menjawab tantangan zaman, bukan hanya di tingkat elit, tetapi juga mengakar kuat di masyarakat bawah.

Jika disiplin ditegakkan, ranting diperkuat, dan kaderisasi berjalan konsisten, maka Muhammadiyah akan terus menjadi kekuatan moral, sosial, dan spiritual bagi bangsa. Sebaliknya, jika persoalan ini diabaikan, maka yang akan terjadi adalah kekosongan kepemimpinan, hilangnya basis sosial, dan melemahnya identitas organisasi. Inilah saatnya Muhammadiyah bergerak dengan lebih serius, membangun kesadaran bersama bahwa disiplin, PRM, dan kaderisasi bukan sekadar agenda organisasi, melainkan fondasi yang menentukan masa depan gerakan ini

Penulis: Suwadi Pranoto, S.Pd. (Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro)

Loading

Admin

Salah satu rakyat biasa di negara Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *